Jakarta
- Angka pengidap HIV AIDS yang bertambah tiap tahun membutuhkan
kerjasama dan kerja lebih keras dari seluruh komponen masyarakat untuk
mengatasinya.
Sebab hingga Juni 2013 saja pengidap HIV baru telah bertambah sebanyak 1996 orang, padahal program penyediaan obat ARV di puskesmas sudah semakin merata dan sosialisasi pengenalan dan pencegahan penyakit ini semakin hari semakin digiatkan. Ini berarti masih ada celah kosong program dalam penanganan kasus HIV-AIDS di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa menyayangkan, di tengah masyarakat hingga saat ini persoalan HIV-AIDS seringkali masih tergambar sebagai milik “mereka”, orang lain, pihak lain dan “bukan urusan saya”. Padahal, kalau sudah bicara soal penyakit, apalagi penyakit menular mematikan yang belum ada obat tuntasnya seharusnya sudah menjadi konsern bersama.
Apalagi berbagai program ketahanan keluarga umumnya ditujukan agar menghasilkan keluarga Indonesia yang berdaya secara ekonomi, sehat jasmani dan rohani, harmoni dan memiliki kepedulian sosial, maka, sosialisasi pengenalan dan pencegahan HIV-AIDS harus segera disebarkan pada semua kalangan.
“Dengan semakin tingginya angka anak dan ibu penderita HIV-AIDS yang tertular dari anggota keluarga sendiri, program sosialisasi masalah pengenalan, pencegahan dan penanganan penyakit HIV-AIDS, harus semakin diluaskan di tengah masyarakat, terutama pada keluarga,”
Selama ini menurut Ledia program ketahanan keluarga yang diusung berbagai kementrian masih belum secara khusus memasukkan sosialisasi bahaya narkoba dan HIV-AIDS sebagai lini program.
Begitupula berbagai lembaga dan yayasan sosial yang peduli soal keluarga dan memiliki banyak program terkait peningkatan ketahanan keluarga dan pemberdayaan keluarga belum banyak yang menyentuh persoalan ini.
“Turunan program dari BKKBN, program PKK, Kegiatan Dharma Wanita di setiap Kementrian bahkan termasuk kegiatan pemberdayaan keluarga dari Yayasan Sosial atau Majelis Taklim misalnya, harus segera membuat agenda khusus kegiatan sosialisasi pengenalan dan pencegahan HIV-AIDS ini. Sebab pengetahuan yang memadai dan merata di tengah masyarakat akan mendorong pemahaman yang benar dalam menyikapi persoalan HIV-AIDS.”
Ledia mencontohkan, dalam program membangun kesehatan keluarga dari PKK misalnya, selain mensosialisasikan masalah umum seperti menjaga kebersihan, makan imbang bergizi, rutin membawa balita ke posyandu, maka promosi gaya hidup sosial yang sehat dengan menghindari narkoba, seks bebas dan perilaku seksual menyimpang harus ditebarkan bahkan sampai ke tingkat RT.
Kesadaran dan pemahaman bersama yang bersifat preventif ini diharapkan bisa mengimbangi program-program penanganan HIV-AIDS yang bersifat kuratif, semisal perluasan penyediaan layanan dan obat-obatan bagi ODHA.
“Kita tentunya sama berharap agar angka pengidap HIV-AIDS baru setiap tahunnya semakin rendah dan penderita HIV-AIDS yang ada semakin banyak yang bisa diobati.” (fpks)
Sebab hingga Juni 2013 saja pengidap HIV baru telah bertambah sebanyak 1996 orang, padahal program penyediaan obat ARV di puskesmas sudah semakin merata dan sosialisasi pengenalan dan pencegahan penyakit ini semakin hari semakin digiatkan. Ini berarti masih ada celah kosong program dalam penanganan kasus HIV-AIDS di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa menyayangkan, di tengah masyarakat hingga saat ini persoalan HIV-AIDS seringkali masih tergambar sebagai milik “mereka”, orang lain, pihak lain dan “bukan urusan saya”. Padahal, kalau sudah bicara soal penyakit, apalagi penyakit menular mematikan yang belum ada obat tuntasnya seharusnya sudah menjadi konsern bersama.
Apalagi berbagai program ketahanan keluarga umumnya ditujukan agar menghasilkan keluarga Indonesia yang berdaya secara ekonomi, sehat jasmani dan rohani, harmoni dan memiliki kepedulian sosial, maka, sosialisasi pengenalan dan pencegahan HIV-AIDS harus segera disebarkan pada semua kalangan.
“Dengan semakin tingginya angka anak dan ibu penderita HIV-AIDS yang tertular dari anggota keluarga sendiri, program sosialisasi masalah pengenalan, pencegahan dan penanganan penyakit HIV-AIDS, harus semakin diluaskan di tengah masyarakat, terutama pada keluarga,”
Selama ini menurut Ledia program ketahanan keluarga yang diusung berbagai kementrian masih belum secara khusus memasukkan sosialisasi bahaya narkoba dan HIV-AIDS sebagai lini program.
Begitupula berbagai lembaga dan yayasan sosial yang peduli soal keluarga dan memiliki banyak program terkait peningkatan ketahanan keluarga dan pemberdayaan keluarga belum banyak yang menyentuh persoalan ini.
“Turunan program dari BKKBN, program PKK, Kegiatan Dharma Wanita di setiap Kementrian bahkan termasuk kegiatan pemberdayaan keluarga dari Yayasan Sosial atau Majelis Taklim misalnya, harus segera membuat agenda khusus kegiatan sosialisasi pengenalan dan pencegahan HIV-AIDS ini. Sebab pengetahuan yang memadai dan merata di tengah masyarakat akan mendorong pemahaman yang benar dalam menyikapi persoalan HIV-AIDS.”
Ledia mencontohkan, dalam program membangun kesehatan keluarga dari PKK misalnya, selain mensosialisasikan masalah umum seperti menjaga kebersihan, makan imbang bergizi, rutin membawa balita ke posyandu, maka promosi gaya hidup sosial yang sehat dengan menghindari narkoba, seks bebas dan perilaku seksual menyimpang harus ditebarkan bahkan sampai ke tingkat RT.
Kesadaran dan pemahaman bersama yang bersifat preventif ini diharapkan bisa mengimbangi program-program penanganan HIV-AIDS yang bersifat kuratif, semisal perluasan penyediaan layanan dan obat-obatan bagi ODHA.
“Kita tentunya sama berharap agar angka pengidap HIV-AIDS baru setiap tahunnya semakin rendah dan penderita HIV-AIDS yang ada semakin banyak yang bisa diobati.” (fpks)
Posting Komentar