Perbankan Syari’ah adalah suatu sistem perbankan yang dalam pelaksanaanya berdasarkan hukum islam (syari’ah).
Prinsip perbankan syari’ah adalah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Namun dalam prinsip perbankan syari’ah (hukum Islam) ada unsur-unsur yang dilarang dalam transaksi-transaksi perbankan seperti: perniagaan atas barang-barang yang haram, bunga, perjudian dan spekulasi yang disengaja serta ketidakjelasan dan manipulatif.
Perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia
sendiri dimulai pada tahun 1992 yang ditandai dengan berdirinya bank syari’ah
yaitu Bank Muamalat. Dewasa ini perkembangan bank syari’ah di Indonesia
semakin pesat dengan banyak
berdirinya beberapa bank syari’ah yang
lain seperti: BNI Syari’ah, BSM, Bank Bukopin Syari’ah, Bank Jabar Syari’ah,
BRI Syari’ah, dan bank syari’ah yang lainnya.
Perbankan syariah menunjukkan
tren positif di tengah perlambatan ekonomi Indonesia. Jika dirata-rata, sejak
2000 hingga 2012, bank syariah tumbuh sekitar 50 persen per tahun. Menurut
Direktur Utama Bank Mega Syari’ah Benny Witjaksono mengatakan aset bank
syari’ah nasional mencapai mencapai Rp 223 triliun. Hal ini menunjukan bahwa
bank syari’ah memiliki tren positif tiap tahunnya.
Namun sangat disayangkan masih banyak umat Islam Indonesia yang
memakai sistem bank konvensional bahkan untuk tabungan haji. Padahal MUI
sudah mengharamkan bunga bank konvensional dan menyerukan agar umat islam
beralih ke bank syariah. Menurut Sekjen Asosiasi Bank Syari’ah Indonesia
(Asbindo), Achmad K. Permana, setidaknya ada tiga masalah yang menyebabkan
perbankan syari’ah belum bisa berkembang secara optimal.
Pertama, masalah produk. Produk perbankan syari’ah kurang banyak jika dibandingkan dengan produk perbankan konvesional. Jika perbankan konvensional bisa menambah market share dengan meningkatkan pembiayaan, perbankan syari’ah hanya dengan skim angsuran.
Pertama, masalah produk. Produk perbankan syari’ah kurang banyak jika dibandingkan dengan produk perbankan konvesional. Jika perbankan konvensional bisa menambah market share dengan meningkatkan pembiayaan, perbankan syari’ah hanya dengan skim angsuran.
Kedua, kesadaran nasabah bank pun masih sangat minim
terhadap produk-produk perbankan syari’ah. Nasabah cenderung hanya
berfokus pada skim angsuran yang lebih baik bila dibandingkan dengan bank-bank
lain, termasuk bank konvesional. Ketiga, sumber daya manusia
(SDM) di bidang perbankan syari’ah masih sangat minim. Akibatnya terjadi
tarik menarik antara perbankan syari’ah dengan regulator dan bank konvesional.
Dalam
menggaet nasabah, bank syari’ah seharusnya lebih gencar menyosialisasikan
keberadaanya di masyarakat. Serta memperkenalkan produk-produknya kepada
masyarakat luas. Lebih dari itu, bank syari’ah juga harus meningkatkan kualitas SDM agar masyarakat yakin untuk
menyimpan dananya di bank syari’ah.
Posting Komentar